Sabtu, 30 Januari 2010

CerPen

LIE AND SECRET

Malam ini bunyi air yang mengalir tenang terdengar begitu berisik karena hanya ada aku dan dia yang terdiam satu sama lain. Dia menatap langit yang cerah, berbintang dan bulan yang pancarkan cahanya disertakan kabut yang sedikit mendekati bulan. Aku pun sempat menikamati pemandangan itu sebelum aku menunduk melihat aliran sungai yang sedikit beriak oleh air mataku. Perasaan itu berbeda ketika sebulan yang lalu.
*****
Lelaki yang telah meluluhkan hatiku adalah seorang yang banyak di kagumi kaum hawa, bukan hanya di sekolahku tapi juga di luar sekolah. Dia akrab dipanggil Bhio. Sejak masuk SMA aku sudah mengaguminya, perlahan aku mulai mendekatinya sebagai seorang teman. Lalu aku menjadi adik asuhnya, bersama dua temanku Daffa dan Ajhya. Daffa yang mengaku menyukai Dikha sebenarnya juga pernah menyukai Kak Bhio. Sedangkan Ajhya sudah punya pacar Kak Hong yo keturunan China, ternyata menyukai Dikha. Lalu aku yang mengakui masih mencintai mantan pacarku Kak Nata, nyatanya sangat menyukai Kak Bhio. Pertemanan kami memang penuh dengan lie dan secret.
Malam itu, sekedar melepaskan beban di hati aku menembak Kak Bhio.
“Kak. La -begitu aku memanggil diriku- ingin memberi tahu Kakak sesuatu rahasia” kataku pelan padanya saat di telpon.
“Hm, apa itu?” tanyanya penasaran. Aku semakin gugup untuk menjawab.
“Hm itu, begini, La.. maaf ya Kak, selama ini La suka Kakak”
“Tapi Kakak nggak usah pikirin ini, La nggak masalah kok kalau nggak paca...”
“Ok!” Kak Bhio segera menjawab.
“Ok? Maksudnya kita pacaran?” kataku malu.
“Ya”
Tak ku pungkiri sungguh bahagia hatiku malam itu. semua terkendali ketika Mama memanggilku dan aku masuk ke rumah.
Sejak saat itu aku semakin jauh dan makin jauh lagi dengan Kak Bhio, aku merasa tidak diakui karena terlalu dicuekin, tapi aku mengerti dengan kondisinya saat itu yang sedang melakukan persiapan UN. Aku membiarkan dia dengan segala kegiatannya apapun itu termasuk melakukan hobbynya ngobrol berdua dengan perempuan. Aku terus belajar mengerti itu, apapun itu aku coba dan coba terus untuk mengerti.
Hati yang tak bisa berbohong ini akhirnya menunjukkan keegoisannya. Saat ada acara disekolah malam itu Kak Bhio datang bersama teman-temannya.
“Tapi La kesepian” kataku dengan lemah
“La mengertilah, Kakak akan ujian Nasional. La pengen Kakak lulus, kan?” aku mengangguk.
“Kalau begitu, tolong jangan ganggu Kakak untuk saat ini” aku terkejut dan aku tahu kak Bhio juga tidak sengaja untuk mengatakan itu karena dia langsung minta maaf.
“Maafin La juga ya Kak. La terlalu bodoh malam ini, maaf La nggak bisa tahan emosi La, Kak. Mohon percakapan malam ini lupakanlah” aku tersenyum.
“Bhio” seseorang memanggilnya. Dia pergi dan percakapan kami berakhir.
“Senyum Kakak sudah cukup bagiku” kataku saat dia pergi. Aku tidak tahu dia mendengarnya atau tidak. Kak Bhio seorang yang baik bagiku dan aku yakin bagi semua orang dia adalah seorang yang baik.
Dua minggu setelah itu Kak Bhio mengajakku ke Sungai Chyaka, air sungai itu tenang, banyak pepohonan di sana, tempat ini cocok untuk menenangkan pikiran dan perasaan. Aku memakai baju ungu favoritku malam ini dan ini hanya untuk Kak Bhio aku berpenampilan seperti ini. Aku sangat bahagia kak Bhio bisa meluangkan sedikit waktunya demi bocah seperti aku. Saking bahagianya aku tak bisa menggambarkannya dengan kata-kata. Aku begitu berdebar-debar melihat Kak Bhio berpenampilan beda dari saat di sekolah. Dia memakai kemeja putih hitam. Aku suka lelaki yang memakai kemeja. Dalam keheningan Kak Bhio memulai percakapan.
“La, bagaimana kabarmu?” itulah yang perama kali dia ucapkan padaku.
“Baik. Kakak sendiri? Aku balik tanya.
“Baik”. Kami begitu kaku, seperti orang yang baru kenal. Percakapan kami tidak meningkat sedikit pun dari tadi. Kemudian kami diam, tapi Kak Bhio memcahkan keheningan itu dengan sebuah pertanyaan yang mengejutkan.
“Bagaimana kalau La jadi adiknya Kakak lagi?”
“Kenapa?”
“Kakak tidak mau pikiran kakak terbagi pada yang lain selain UN, La mengerti,kan?”
“Bohong ya?”
“Bilang saja kalau kakak nggak bisa cinta sama La, walaupun kakak dah berusaha tapi tetap nggak bisa, ya kan, benar kan?” Kak Bhio diam.
“Kenapa diam? La bisa terima itu kok kak. Lihatlah La! La nggak apa-apa”
“Maaf ya La... Yilla, Kakak...”
“Lihat bulan dan bintang saja tertawa melihat kita, makanya kakak harus tertawa sekarang” Kak Bhio ikut memandangi bulan dan bintang itu. Dia tersenyum kemudian tertawa membuat aku juga ikut tertawa memungkiri hati yang merasa sebaliknya. Tapi itu tak bertahan lama aku tertunduk melihat sungai.

The......... End?

0 komentar:

Posting Komentar